Minggu, 22 Desember 2013

TOPENG BRUTUK TRUNYAN

     Berbagai keragaman yang terdapat di pulau Bali terdapat di berbagai bidang seni khususnya pada seni tari, tarian di Bali ada yang disebut tari wali, tarian yang disakralkan dan hanya di pentaskan pada saat upacara keagamaan atau piodalan di Pura. Banyak juga tarian-tarian sakral ini yang sudah di kenal masyarakat Bali seperti tari Baris, Rejang Dewa, Topeng Sidakarya, Pendet, Rejang dan lainya yang tidak bisa lepas dari upacara keagamaan di Bali. Lain halnya tari Topeng Brutuk yang ada dan dilestarikan oleh masyarakat Trunyan. Tari brutuk ini sering di pentaskan apabila ada upacara Ngusaba Desa yang jatuh pada purnamaning kapat tahun genap.
Tarian Topeng Brutuk ini merupakan simbol penghormatan terhadap Nenek Moyang yang dianggap sebagai sarana penciptaan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat. Untuk memuja nenek moyong tersebut masyarakat Trunyan mewujudkannya dalam bentuk simbul berupa topeng. Berdasarkan pandangan antropologis itulah sebabnya dalam penyelenggaraan karya Ngusaba Desa atau pemujaan terhadap nenek moyang selalu di pentaskan tarian topeng, yaitu tarian Topeng Brutuk.

Topeng Brutuk di Trunyan memiliki karakter laki-laki dan perempuan. Karakter laki-laki disimbolkan sebagai Batara Sakti Pancering Jagat yang ditarikan oleh pera remaja putra, sedangkan karakter perempuan disimbolkan sebagai Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar ditarikan oleh remaja putri dimana kedua simbol itu merupakan sungsungan masyarakat trunyan. Maka dari itu sebelum pertunjukan atau pementasan Topeng Brutuk diadakan upacara penyucian penari Topeng Brutuk dengan penyekeban (penyekaman) selama 11 hari. Penari Topeng ini pada umumnya di pentaskan oleh para remaja. Anehnya dipercaya jika salah satu pemuda yang melanggar penyucian ini terutama pada saat penyekaman, jika salah satu pemuda itu keluar maka dipercaya akan tidak mendapatkan jodoh. Selain itu terjadi juga ada keanehan yang terjadi sebelum dipentaskannya Topeng Brutuk ini secara kasat mata (hanya orang tertentu mampu melihatnya) jumlah topeng yang diambil oleh penari bisa bertambah, misalnya pada awalnya hanya berjumlah 21 topeng jika diambil bersamaan jika diambil satu persatu topeng itu bisa berjumlah 30 topeng sesuai dengan jumlah penari yang disipakan. Itulah keanehan atau secara niskala yang terjadi pada Topeng Brutuk.

Topeng Brutuk ini ditarikan mengelilingi sebuah bangunan besar di halaman Pura dengan membawa pecut (cambuk) yang di cambukan kepada para penonton yang hadir, disinilah hal-hal yang kurang baik akan terlihat, misalnya ada penonton yang cuntaka tetapi tetap memasuki areal pura akan terkena pecut, jadi hanya orang-orang seperti ini yang terkena cambukan para penari Topeng Brutuk. Cambuk atau cemeti yang di masyarakat bali disebut pecut penari Topeng Brutuk itu berasal dari “Bagun Waru” dan gagangnya memakai lidi atau batang daun kelapa yang diuntai. Topeng ini menggunakan pakaian yang sederhana, karena hanya menggunakan daun pisang kering (kraras), Namun  daun pisang ini adalah daun pisang pilihan, diantaranya; daun pisang dangsaba, pisang ketip, dan daun pisang temaga. Cara memakainya dengan melilitkan atau mengikatkan daun pisang itu pada tubuh penarinya, sepintas mirip seperti Barong Kedingkling. Oleh karena itu sebagain orang sering mengatakan Topeng Berutuk adalah Barong Kedingkling. Keyakinan masyarakat suksesnya dan diterimanya persembahan tarian Topeng Brutuk ini ditandai dengan turunnya hujan  setiap selesai upacara.

Jumat, 20 Desember 2013

ASAL USUL PURA MASCETI DI DESA KERAMAS, BLAHBATUH, GIANYAR

Kisah ini berawal dari peperangan antara Kerajaan Beringkit dengan Kerajaan Kapal. Peperangan ini disebabkan karena ulah Pangeran Kapal melecehkan dan merendahkan Kerajaan Beringkit, dimana pangeran Kapal meminang Putri Raja Beringkit. Awalnya Raja Beringkit mengira  Putrinya akan dinikahkan dengan Pangeran Kapal, namun kenyataannya terbalik justru Putri Raja Kapal dinikahkan dengan kuda peliharaan kesayangan Pangeran Kapal, akibat ulah Pangeran kapal ini Putri Raja Beringkit meninggal dunia. Sebagai balasan atas ulah Pangeran Kapal, Kerajaan Beringkit menyerang Kerajaan Kapal, sehingga terjadilah peperangan yang dasyat.  Kerajaan beringkit dipimpin langsung oleh Pangerannya dan sedangkan Kerajaan Kapal dibantu oleh I Gusti Agung Maruti yang kebetulan pada saat itu berada di Kerajaan Kapal. Dalam peperangan itu Pasukan Beringkit tidak mampu menandingi pasukan Kapal yang dibantu oleh I Gusti Agung Maruti, mengetahui lemahnya pasukan Beringkit kemudian Pangeran Beringkit meminta bantuan kepada Raja Jimbaran I Gusti Kaler Pamacekan yang semasa berjayanya Kerajaan Gelgel sama-sama mengapdi dengan I Gusti Agung Marut
Pangeran Beringkit bersabda pada saat peperangan tersebut, apabila Raja Jimbaran I Gusti Kaler Pamacekan mampu mengalahkan Kerajaan Kapal, maka wilayah tersebut akan menjadi kekuasan Raja Jimbaran I Gusti Kaler Pemacekan. Pertempuranpun mulai sengit dan mempertemukan Pangeran Beringkit dengan Pangeran Kapal hingga menyebabkan ke dua Pangeran ini gugur, sedangkan I Gusti  Agung Maruti menghadapi I Gusti Kaler Pamacekan, dimana I Gusti Kaler Pamacekan bersenjatakan keris yang bernama Ki Panglipur yaitu keris pusaka yang bertuah dan ampuh milik I Gusti Agung Maruti yang dahulu pernah diambil I Gusti Kaler Pamacekan Raja Jimbaran. Melihat kenyataan itu mengingat keris itu sangat sakti, akhirnya I Gusti Agung Maruti meninggalkan medan perang, kemudian bersama keluargannya meninggalkan Kapal dan mengungsi kehutan di pinggir Pantai. Di hutan itu I Gusti Agung Maruti bertapa dan menerima anugrah dari Hyang Ning Dalem Tawang Alun berupa sepucuk keris dan ampuh yang bernama Ki Bintang Kukus dan dipakai pajenengan atau senjata pusaka aleh I Gusti Agung Maruti.
Semenjak itu orang-orang berada di sekitar hutan itu datang ketempat I Gusti Agung Maruti untuk menghambakan diri hingga berjumlah 1600 orang. Mengetahui hal ini I Gusti Agung Maruti beserta keluarganya mau menerima magsud baik oreng-orang tersebut, hingga beberapa hari kemudian bersama penduduk tersebut I Gusti Agung Maruti merambas dan memebersihkan hutan tersebut kemudian mendirikan Puri (Rumah) dan pemukiman penduduk. Mungkin sudah kehendak Ida Sang Hyang Widhi pada suatu ketiaka di dalam hutan itu I Gusti Agung Maruti melihat taja, sinar atau cahaya ajaib berwarna kuning keemasan, dan di tempat ada sinar itu ternyata berdiri sebuah parhyangan (Pura). Kemudian I Gusti Agung Maruti memberi nama Pura itu Pura Masceti, dan tempat itu kemudian di namakan Desa Kura Mas, jika di uraikan Kura itu berarti teja, sinar atau cahaya, dan emas adalah warna cahaya itu sendiri. Dan seiring perjalanan sejarah di Pura Masceti dan Desa Kura Mas ini kemudian tempat itu berubah nama dan lebih dikenal dengan Desa Keramas hingga saat ini.

Minggu, 19 Desember 2010

Calonarang

      Drama tari ritual magis yang melakonkan kisah-kisah yang berkaitan dengan ilmu sihir, ilmu hitam maupun ilmu putih, dikenal dengan Pangiwa / Pangleyakan dan Panengen. Lakon-lakon yang ditampilkan pada umumnya berakar dari cerita Calonarang, sebuah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan raja Airlangga di Kahuripan (Jawa timur) pada abad ke IX. Cerita lain yang juga sering ditampilkan dalam drama tari ini adalah cerita Basur, sebuah cerita rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Bali. Karena pada beberapa bagian dari pertunjukannya menampilkan adegan adu kekuatan dan kekebalan (memperagakan adegan kematian bangke-bangkean, menusuk rangda dengan senjata tajam secara bebas) maka Calonarang sering dianggap sebagai pertunjukan adu kekebalan (batin).
          Dramatari ini pada intinya merupakan perpaduan dari tiga unsur penting, yakni Babarongan diwakili oleh Barong Ket, Rangda dan Celuluk, Unsur Pagambuhan diwakili oleh Condong, Putri, Patih Manis (Panji) dan Patih Keras (Pandung) dan Palegongan diwakili oleh Sisiya-sisiya (murid-murid). Tokoh penting lainnya dari dramatari ini adalah Matah Gede dan Bondres. Karena pagelaran dramatari ini selalu melibatkan Barong Ket maka Calonarang sering disamakan dengan Barong Ket. Pertunjukan Calonarang bisa diiringi dengan Gamelan Semar Pagulingan, Bebarongan, maupun Gong Kebyar. Dari segi tempat pementasan, pertunjukan Calonarang biasanya dilakukan dekat kuburan (Pura Dalem) dan arena pementasannya selalu dilengkapi dengan sebuah balai tinggi (trajangan atau tingga) dan pohon pepaya.

Tari Barong



Tari barong adalah salah satu dari tari Bali yang merupakan peningalan kebudayaan pra Hindu selain tari Sangyang adalah tari Barong. Kata barong berasal dari kata bahruang yang berarti binatang beruang, merupakan seekor binatang mythology yang mempunyai kekuatan gaib, dianggap sebagai binatang pelindung.

Didalam perkembangannya, kemudian barong di Bali tidak hanya diwujudkan dalam binatang berkaki empat akan tetapi ada pula yang berkaki dua, adapun jenis-jenis barong yang ada di Bali yaitu :

a. Barong ket ( ketet ) barong ini adalah yang paling banyak didapatkan di bali dan yang paling sering dipentaskan serta memiliki jenis perbendaharaan gerak tari yang lengkap.
Barong ketet merupakan perpaduan antara singa, macan, sapi atau bona.
Badan barong ini dihiasi dengan ukir ukiran dibuat dari kulit, ditempeli kaca dan bulunya dibuat dari braksok, ijuk atau pula dari bulu burung gagak.
Didalam menarikannya barong ini diusung oleh 2 ( dua ) orang penari yang dinamakan juru saluk ataupun juru bapang. Lakon ini pada umumnya menggambarkan pertarungan antara kebajikan dan keburukan, dimana thema ini hampir selalu menjadi dasar dalam lakon lakon seni pertunjukan Bali.Gambelan untuk mengiringi tari barong ini adalah gambelan bebarongan yang berlaras pelog. Di beberapa tempat ada juga yang diiringi dengan gambelan semar pegulingan.

b. Barong Bangkal berarti babi besar yang berumur tua, barong ini menyerupai seekor bangkal biasa disebut barong celeng atau barong bangkung .Gambelan untuk mengiringinya adalah gambelan batel, dalam pementasannya sangat jarang disertai dengan suatu lakon dan pementasan barong bangkal ini biasanya dengan cara ngelawang ( pementasan ) dari satu tempat ketempat lain ) dan ada juga sekedar mafajar atau diusung kesekeliling.

c. Barong Asu barong ini menyerupai anjing terutama topengnya, sangat dikeramatkan dan terdapat di pura puncak dawa Baturiti Tabanan

d. Barong Gajah ini barong yang menyerupai gajah, sangat dikeramatkan dan salah satu diantaranya terdapat di Desa Singapadu.

e. Barong Macan barong ini menyerupai seekor macan, dalam pementasannya ditarikan oleh dua orang penari dan ada juga yang dilengkapi dengan suatu dramatari semacam Arja, gambelan yang dipai mengiringinya adalah gambelan batel.

f. Barong Landung, barong ini berbeda dengan barong barong yang telah disebutkan diaatas. Barong landung wujudnya bukan binatang melainkan manusia purba yang kaki dua. Pada umumnya barong landung ini dibuat berpasangan, terdiri dari ratu Lanang ( Barong landung laki ) dan Ratu Luh ( Barong Landung perempuan ). Barong ini disebut sedemikian karena bentuknya besar dan tinggi (seperti ondel-ondel Jakarta). Ratu Lanang wajahnya sangat menakutkan, hitam mukanya dengan giginya mencolot keluar sedangkan Ratu Luh berupa perempuan tua seperti perempuan cina.

Dibeberapa tempat di Bali ada juga Barong Landung yang dilengkapi dengan jenis barong Landung lainnya seperti Mantri, Baluh, limbur dan lain-lainnya. Didalam pementasannya barong landung ini mengambil lakon seperti lakon Arja ( terutama di Daerah Badung ) dan diiringi dengan gambelan batel.

g. Barong Blasblasan, barong ini juga disebut barong kedingkling, barong blasblasan adalah suatu bentuk pementasan yang dilakukan secara ngelawang, penarinya hanya mengenakan topeng topeng wayang wong dengan lakon cuplikan cuplikan dari ceritra Ramayana yang pada umumnya merupakan adegan peperangan. Barong ini banyak di pentaskan pada hari hari Raya Galungan maupun Kuningan dan biasanya penarinya adalah anak anak.Gambelan pengiringnya ada yang berupa batel dan ada pula yang semacam bebarongan (Gambelan batel yang dilengkapi dengan reyong).

Disamping jenis-jenis barong tersebut diatas, masih ada juga jenis-jenis barong yang lain yaitu barong brutuk yang terdapat di desa Trunyan ( sebuah Desa kecil dipinggir sebelah timur dari Danau Batur ). Barong ini memakai bulu-bulu daun pisang yang sudah kering ( kraras ) dan sangat dikeramatkan oleh masyarakat Trunyan. Barong ( sejenis barong landung yang banyak terdapat di daerah Tabanan yang biasanya dipertunjukkan pada upacara ngaben.